Dalam buku “Taman Sari” (1993) karya Djoko Soekiman, diungkapkan bahwa Taman Sari dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I sebagai wujud penghormatan atas pengorbanan permaisurinya. Kisahnya terkait dengan penderitaan yang dialami sang permaisuri pada masa Sultan Hamengku Buwono I terlibat dalam peperangan Giyanti.
Taman Sari merupakan taman air yang terletak di dalam benteng. Pada zamannya, tempat ini tak hanya sebagai sarana rekreasi, tetapi juga sebagai tempat peristirahatan bagi Sultan Hamengku Buwono I bersama permaisuri, anak-anak, serta kerabatnya.
Tempat ini memiliki kolam pemandian, taman-taman, ruang ganti pakaian, area untuk pertunjukan tarian, dan berbagai fasilitas lainnya. Selain itu, Taman Sari juga memiliki fungsi sebagai lokasi pertahanan, terlihat dari lorong-lorong bawah tanah, dapur, dan beragam bangunan lainnya yang terdapat di area tersebut.
Pada awalnya, Taman Sari dilengkapi dengan kebun bunga dan buah-buahan. Namun, saat ini sebagian besar kebun tersebut telah berubah menjadi perkampungan penduduk.
Kompleks Taman Sari dihiasi oleh bangunan-bangunan dengan ukiran khas Keraton Yogyakarta. Beberapa di antaranya adalah Gerbang Kenari, Gapura Panggung, Gedong Sekawan, dan Kolam Umbul Winangun.
Saat ini, kompleks Taman Sari menjadi salah satu destinasi wisata sejarah dan edukasi di Jogja yang selalu ramai dikunjungi. Namun, beberapa bangunan di kompleks ini mengalami kerusakan akibat gempa dan faktor usia yang tak terelakkan.
No responses yet